INFOBUMN.COM – Perjalanan hidup Runa Maidepa, singkatan dari Reformator Usom Nathaniel Anthonius Maidepa, tampaknya telah tergambar dengan jelas.
Setelah menjalani program magang selama tiga bulan di PT. Freeport Indonesia untuk tesisnya dalam bidang geologi, wajar jika ia berpikir bahwa setelah lulus dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta pada tahun 2001, karirnya akan berlanjut di perusahaan pertambangan tersebut.
“Dulu, superintendent di sana benar-benar ingin saya bergabung dengan mereka, karena saat itu belum ada ahli geologi asal Papua di Freeport,” ungkap pria berusia 50 tahun itu dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
Namun, segalanya berubah setelah seorang adik kelasnya di universitas, yang juga bekerja di bp (British Petroleum), meneleponnya dan menceritakan tentang peluang di sebuah perusahaan minyak dan gas yang akan membuka operasi di kampung halaman ayahnya, yaitu Teluk Bintuni.
Baca Juga:
Banjir Landa Distrik Sentani, Sentani Timur dan Distrik Unurumguay di Kabupaten Jayapura, Papua
Keputusan Runa untuk merespons panggilan telepon tersebut membawanya pada pekerjaan di Trinidad dan Tobago, sebuah negara kepulauan kecil di Laut Karibia.
“Ayah saya berasal dari Distrik Idoor di Teluk Bintuni, dan masih banyak paman dan sepupu saya yang tinggal di Babo.
Jadi, saya merasa mereka pasti akan bangga jika saya bekerja di Teluk Bintuni,” katanya.
Selain itu, ia juga merasa bertanggung jawab untuk membantu pengembangan daerah asalnya.
Pada awal tahun 2000, bp secara aktif merekrut penduduk asli Papua untuk dilatih sebagai operator di Kilang Tangguh LNG yang saat itu sedang dikembangkan.
Pada tahun 2002, Runa menjadi salah satu dari delapan orang Papua dalam Batch 3 yang mengikuti program pelatihan intensif sebagai operator trainee dalam Papuan Development Trainee Programme.
Baca Juga:
Risiko Geopolitik dan Perlambatan Perekonomian Tiongkok Bayangi Pertumbuhan Ekonomi Global Saat Ini
Indonesia Masih Kekurangan Produksi Susu Dalam Negeri untuk Kebutuhan Program Makan Bergizi Gratis
Selama dua setengah tahun pelatihan itu berlangsung, Runa dan rekannya diberikan pengalaman kerja yang mendalam di fasilitas bp di Laut Jawa, di mana Runa bekerja di Bravo Central Station (BCS).
“Setelah itu, saya ditawari posisi sebagai ahli geologi di tim Eksplorasi. Namun, saya hanya bertahan kurang dari dua bulan sebelum meminta kembali ke bagian operasional,” kata Runa sambil tertawa.
Setelah bekerja di BCS, ia merasa pekerjaan di bagian operasional jauh lebih menarik baginya.
Tidak lama setelah Tangguh LNG mendapatkan keputusan investasi akhir pada tahun 2004, Runa dan para trainee lainnya dikirim untuk belajar menjadi operator kilang LNG di PT. Badak NGL yang terletak di Bontang, Kalimantan Timur.
Baca Juga:
Mereka tinggal di sana selama dua setengah tahun. Pada tahun 2006, ketika konstruksi Tangguh sudah jauh lebih maju, Runa, sebagai bagian dari tim Gas Production Facility (GPF), dikirim ke Tangguh untuk membantu persiapan kedatangan anjungan VRB yang baru dibangun dari Cilegon, Jawa Barat.
“Pengalaman yang paling berkesan bagiku adalah saat pertama kali mengalirkan gas dari sumur VRB-01.
Sejak bekerja di Offshore North West Java, aku sudah bermimpi tentang saat-saat ketika Tangguh memiliki fasilitas lepas pantai dan aku menjadi orang pertama yang mengoperasikan sumur tersebut,” ujar Runa.
Tangguh mulai beroperasi pada tahun 2009, dan sejak saat itu, Runa telah menjalani berbagai peran, mulai dari teknisi lapangan, operator ruang kontrol, pengawas sumur, hingga memegang jabatan ganda sebagai manajer instalasi lepas pantai dan pemimpin tim pasokan gas yang bertanggung jawab atas anjungan dan fasilitas penerima di darat.
Minat Runa terhadap posisi di bp Trinidad dan Tobago (BPTT) muncul ketika dia masih menjabat sebagai area operations manager Tangguh.
Mentor Runa, yang juga menjabat sebagai area operations manager saat itu, menyampaikan kemungkinan adanya kesempatan di BPTT kepadanya.
Sebelumnya, Runa telah mencantumkan minatnya terhadap penugasan internasional dalam rencana pengembangan dirinya.
Dengan adanya proyek pengembangan Tangguh, ia melihat bahwa inilah saat yang tepat untuk memanfaatkan kesempatan tersebut.
Runa memulai tugasnya di BPTT pada bulan Juli 2016 sebagai operations team leader yang memimpin tim di berbagai anjungan, dengan anggota multinasional yang berkisar antara delapan hingga sepuluh orang, tidak termasuk kontraktor.
Sebagian waktunya juga dihabiskan di kantor BPTT di Queen’s Park, Port of Spain.
“Hal yang paling sulit adalah bahasa. Orang di sana berbicara bahasa Inggris, tetapi dengan aksen yang sangat khas yang disebut ‘Trini-English’. Mereka juga sering memperpendek kata, mirip dengan cara orang Papua berbicara, sehingga bagi orang luar sulit untuk memahaminya,” ujarnya.
“Sering kali, saya bercanda dengan mereka, ‘you’re not using the proper English, man’.” Namun, Runa tidak merasakan kesulitan lain karena orang Trinidad dan Tobago juga mengonsumsi nasi.
Tugas Runa di BPTT berlangsung hingga tahun 2018, dengan rotasi kerja setiap empat minggu.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
“Saya senang ketika ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan, waktu terasa cepat berlalu, dan tiba-tiba sudah waktunya pulang.
Jika ada banyak waktu luang, saya merasa berat karena waktu terasa berjalan lambat,” katanya.
Saat ini, Runa telah kembali bekerja di Tangguh LNG dengan jabatan sebagai project operations site manager.
“Hidup saya dipenuhi berkah. Saya diberkati dengan keluarga dan bertemu dengan orang-orang yang memainkan peran penting dalam hidup saya, mulai dari masa muda hingga sekarang.
Kita selalu dapat belajar dari orang-orang yang kita temui,” kata Runa.
Bagi generasi muda Papua, Runa mengatakan bahwa tidak ada cara lain untuk maju dalam hidup selain dengan belajar, terus belajar.
“Tidak ada jalan lain. Bahkan dalam pekerjaan sekarang, kita masih terus dilatih, selalu ada hal baru yang bisa dipelajari.”
Terutama bagi mereka yang ingin bergabung dengan industri minyak dan gas, Runa memberikan pesan,
“Industri ini memiliki risiko tinggi dan membutuhkan orang-orang yang berkomitmen dan memiliki keterampilan tinggi.
bp memiliki standar yang tinggi, dan cara untuk memenuhi standar tersebut adalah dengan belajar dengan tekun.”
“Jika Anda mendapatkan kesempatan, jangan sia-siakan. Itu adalah kesempatan emas yang tidak akan datang dua kali. Jika Anda tidak yakin sejak awal, lebih baik memberikan kesempatan kepada orang lain.
Industri ini membutuhkan orang-orang yang siap bekerja keras dan profesional.”
Catatan editor:
- Proyek Tangguh LNG mulai beroperasi di Teluk Bintuni, Papua Barat, pada tahun 2009. Hingga saat ini, Tangguh telah menghasilkan lebih dari 1.500 kargo LNG dan menjadi produsen LNG terbesar di Indonesia.
- 99% dari pekerja operasi Tangguh LNG adalah orang Indonesia, dan 72% di antaranya berasal dari Papua dan Papua Barat. Tangguh telah berkomitmen, dalam dokumen AMDAL-nya, bahwa pada tahun 2029, 85% pekerja Tangguh LNG berasal dari Papua dan Papua Barat.
- Beberapa program telah dilakukan untuk memastikan Tangguh dapat memenuhi komitmen tersebut, termasuk program pelatihan teknisi Tangguh di mana saat ini lebih dari 110 pemuda dan pemudi asal Papua dan Papua Barat telah bekerja di Tangguh sebagai teknisi dengan sertifikasi internasional.